KEMISKINAN
Salah satu dari berbagai masalah yang terjadi di republik Indonesia adalah kemiskinan. Kemiskinan yang ada tidak hanya dalam rupa materi, tetapi juga kemiskinan akan iman, moral, kreativitas, dan sebagainya. Meskipun demikian, kemiskinan yang paling mencolok dan paling sering diangkat sebagai topik pembicaraan adalah kemiskinan material.
Di kota Jakarta, dari jendela gedung-gedung bertingkat yang megah dalam segala kemewahannya, kita dapat memandang deretan perkampungan kumuh di seberangnya. Sungguh ironis, segala bangunan megah yang tinggi menjulang berdiri bagaikan sebuah pulau indah di tengah samudra kemiskinan yang luas.
Kita tidak dapat memisahkan diri dari kemiskinan yang ada di sekitar kita. Bagaimanapun juga, kita semua hidup di Negara yang sama sebagai satu kesatuan. Alangkah baiknya kita menaruh perhatian kepada orang-orang yang dianggap kecil di mata masyarakat.
Banyak orang yang menganggap orang-orang miskin yang ada di jalan-jalan mengganggu pemandangan. Banyak pula yang merasa kasihan melihat orang-orang semacam itu. Kini saya sendiri baru benar-benar menyadari, sebenarnya jika setiap orang tidak ingin terus-menerus merasa kesal atau merasa kasihan pada orang-orang miskin, tindakan yang perlu dilakukan hanya mengulurkan tangan kepada mereka. Yang saya maksud bukanlah uluran tangan yang memberikan sejumlah koin kepada mereka,
melainkan uluran tangan yang menawarkan persahabatan. Dengan adanya persahabatan tersebut, kita tidak akan lagi menganggap mereka sebagai orang asing yang tidak sedap dipandang atau sebagai orang yang sekedar patut kita kasihani, melainkan sebagai sahabat yang harus kita kasihani, lindungi, dan hormati. Inilah yang dapat kita lakukan untuk mengatasi perendahan martabat kaum miskin yang kerap terjadi di Indonesia
Kemiskinan adalah suatu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang hidup berkekurangan. Bila kita mendengar kata kemiskinan, yang terlintas di benak kita adalah jijik, mual, penuh dengan kekerasan, dan sebagainya. Padahal, kemiskinan tidak seburuk yang kita kira. Bahkan dari kemiskinan kita dapat mempelajari sesuatu.
Alangkah malunya kita, bila sebagai orang yang berilmu dan lebih “beruang” dibanding mereka tidak mampu bersikap ramah, kasar, jahat, tidak sopan, bahkan tidak mampu memahami etos kerja.
Yang sangat diharapkan dari kita, masyarakat kelas menengah keatas, mari bersama membangun relasi baik dengan orang “kalangan bawah.” Ayo kita atasi perendahan kaum miskin. Mulailah untuk menghargai dan menghormati orang miskin. Tuhan saja tidak pernah membeda-bedakan umatnya dari kalangan atas atau bawah, mengapa kita yang tidak punya kuasa berani mengelompokkan diri? Seperti yang telah saya katakan di awal, cobalah untuk belajar arti kerja keras dari mereka. Walau mengetahui kenyataan bahwa akan sulit untuk menjadi orang berkecukupan, mereka masih terus bekerja keras.
PENGANGGURAN
Selain kemiskinan, adapula orang yang biasa bekerja, tiba-tiba diberhentikan (baca: PHK) tentu menimbulkan kegoncangan jiwa bagi yang bersangkutan. Walau diantara mereka yang di PHK mendapat pesangon yang besar, namun manakala tidak cerdas dalam me-manage-nya, uang banyak itu akan ludes atau jadi petaka seketika.
Mereka yang terbiasa bergerak, dinamis dan keluar rumah ketika dirumahkan tidak hanya akan mengurangi pendapatnya secara materi, melainkan akan mampu membuat dirinya mati secara perlahan. Bagi mereka yang biasa hidup enak dengan segala fasilitas tempatnya bekerja, maka status menganggur akan membuat yang bersangkutan dengan mudahnya digoda oleh kaum syetan. Karena untuk sementara waktu syetan memberikan solusi pada sang penganggur, perbuatan mereka biasanya akan menimbulkan masalah social bagi lingkungan yang bersangkutan.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, kiranya hipotesa Harvey Brenner sebagaimana dikutip oleh Rhenald Kasali (Kompas, 1/12), yang menyatakan bahwa setiap 10% kenaikan penganggur, kematian naik sebesar 1,2%, serangan jantung 1,7% dan harapan hidup berkurang 7 tahun. Dapat kita benarkan. Mereka-mereka yang tidak memiliki kesiapan mental, bekal iman dan cadangan keuangan dengan beragama kebutuhan keluarga yang harus diselesaikan dalam perhitungan waktu senantiasa akan mudah tergoda dengan solusi-solusi jalan pintas yang pada umunya cenderung illegal, inkonstitusional, haram atau mubah.
Jika jumlah mereka yang di PHK oleh berbagai perusahaan mayoritas tingkat emosionalnya masih labil, insya allah mereka akan mudah digoda oleh oleh para dajjal untuk melakukan berbagai kegiatan-kegiatan yang mendatangkan uang dan mempercepat estimate goal politik. Sejarah seringkali membuktikan kepada kita semua banyak diantara para penganggur yang tergoda tawaran-tawaran instant seperti ikut undian, makelar, ikut tender demontrasi, teroris atau memanfaatan kesempatan dalam setiap bentuk kesempitan. Yang sedikit agak lebih terhormat, ada diantara mereka yang bergabung dalam partai politik tertentu untuk menjadi caleg, ngambil bagian dalam tender politik dan lain sebagainya.
Dari berita buruk tentang PHK dan pengangguran, kitapun pada pasca resesei ekonomi tahun 1998 dapat khabar gembira bahwa diantara mereka yang kena PHK, banyak diantara dana pesangon tersebut mereka manfaatkan sebagai modal untuk melakukan dagang kaki lima, bisnis home industri, makanan kecil-kecilan. Di palembang bahkan ada diantara tiga orang yang kena PHK menggabungkan pesangon mereka untuk membuat doorsmer kendaraan roda dua, tambal ban dan lover Koran. Setelah berjalan satu tahun, ternyata pendapatn mereka berkembang menjadi tiga kali lipat dari sebelumnya ketika menjadi karyawan di sebuah pabrik. Keberhasilan dalam mengelolah pesangon yang didapat oleh mereka yang kena PHK tentu tidak hanya dialami oleh beberapa orang, melainkan sudah dialami oleh banyak orang yang pernah mengalami PHK. Persoalannya sekarang tergantung pada pengalaman, jaringan dan keberanian berspekulasi yang kita miliki.
Ada cerita menarik sewaktu saya tinggal di Palembang dulunya. Ketika pasar 16 ilir terbakar secara besar-besaran, semua toko beserta isinya yang dimiliki bpk. Syahrial ludes semuanya. Dia hanya memiliki satu buah mobil Kijang warna putih. Pasca kebakaran hidup bpk. Tiga orang anak ini mulai pesimis dan tidak tahu enta kemana. Namun ketika saudagar bawang ini bercurhat, kami memberikan solusi agar urang awak ini menjual mobilnya yang kebetulan ditawar orang 25 juta rupiah. Dari 25 juta rupiah, 15 juta dijadikan untuk menyewa toko selama 5 tahun untuk berjualan nasi padang, 5 juta guna modal dan 5 juta lagi untuk membeli kendaraan yang lebih buruk. Ternyata ketika telah dilaksanakan, jual nasi uda Syahrial ini kian laris dan memperlihatkan kemajuan. Semua relasinya lamanya sewaktu jualan bawang beli nasi sama uda Syahrial.
Masih ingat tentunya kita dengan apa yang dikatakan oleh Arnold Toynbee? Arnold Toynbee mengatakan bahwa besarnya challenge (baca: tantangan) yang menimpa seseorang atau kelompok orang akan sebanding dengan response (baca: jawaban) yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Dalam aspek persenjataan memang kita (bangsa Indonesia) tidak apa-apanya bila dibandingkan dengan bangsa Eropah (baca: kolonial) dulunya, namun karena senantiasa dijajah, dizolimi dan diperlakukan tidak adil, ternyata semuanya itu menjadi energi buat kita untuk melakukan berbagai bentuk perlawanan secara bersama-sama sebagai bangsa yang senasib sepenanggungan (baca: nasionalisme).
Kita memang berharap bahwa PHK yang sedang dan tetap akan terjadi akhir-akhir ini akan menjadi suatu tantangan buat mereka yang kehilangan pekerjaan menjadi lebih maju, lebih kreatif dan lebih energik dalam menyikapi berbagai peluang, perubahan, perkembangan dan dinamika yang sedang terjadi. Disinilah perlunya kita meresponi sesuatu dari aspek hikmahnya. Jika selama ini kita sangat tergantung dan selalu menggantungkan diri kepada orang atau lembaga, maka hikmah dari PHK mungkin kita diharapkan untuk mengelolah secara kecil-kecilan modal yang kita miliki seperti dagang asongan, jual sayur, atau membuat berbagai macam karya/keterampilan yang untuk tahap awal djual bagi para tetangga. Pelayanan baik kita terhadap konsumen merupakan iklan berjalan yang tidak perlu kita keluarkan lagi untuk media massa.
Keberanian dan kemandirian mental setiap warga masyarakat untuk melakukan berbagai macam pengelolaan usaha saat sekarang yang senantiasa dibina oleh beberapa NGO di Aceh. Umpamanya seorang ibuk rumah tangga yang selama ini hanya mengurus PKK dilingkungan gampong, ketika dipercayai oleh satu NGO untuk mengelolah pembangunan beberapa rumah korban tsunami ternyata mereka bisa. Demikian juga halnya dengan beberapa orang ibuk-ibuk yang selama ini tidak pernah kenal mengurus catering, namun manakala sudah dipercayai ternyata merekapun bisa. Sebuah buku Berjiwa Besar mengajarkan kita akan pentingnya membangun kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu. Disebabkan karena sejak kecil kita diskenariokan oleh berbagai macam ketakutan, maka mental tersebut lama kelamaan menjadi sebuah kepribadian. Akibatnya, berbagai hal yang kita anggap benar, positif, bermanfaat dan pragmatis takut untuk kita lakukan. Kita takut memulai sesuatu karena takut gagal. Padahal kegagalan itu adalah guru untuk keberhasilan. Kita malu bertanya karena takut dibilang bodoh. Padahal keberanian kita bertanya adalah akan menambah pengetahuan kita.
Semoga PHK ini tidak membuat kita menjadi manusia penganggur, melainkan mampu merubah kehidupan kita menjadi manusia yang berani menghadapi berbagai macam kenyataan hidup untuk selanjutnya membuat berbagai macam solusi dalam menyelesaikan berbagai macam permasalahan keluarga, tetangga dan lingkungan sosial.
Mereka yang terbiasa bergerak, dinamis dan keluar rumah ketika dirumahkan tidak hanya akan mengurangi pendapatnya secara materi, melainkan akan mampu membuat dirinya mati secara perlahan. Bagi mereka yang biasa hidup enak dengan segala fasilitas tempatnya bekerja, maka status menganggur akan membuat yang bersangkutan dengan mudahnya digoda oleh kaum syetan. Karena untuk sementara waktu syetan memberikan solusi pada sang penganggur, perbuatan mereka biasanya akan menimbulkan masalah social bagi lingkungan yang bersangkutan.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, kiranya hipotesa Harvey Brenner sebagaimana dikutip oleh Rhenald Kasali (Kompas, 1/12), yang menyatakan bahwa setiap 10% kenaikan penganggur, kematian naik sebesar 1,2%, serangan jantung 1,7% dan harapan hidup berkurang 7 tahun. Dapat kita benarkan. Mereka-mereka yang tidak memiliki kesiapan mental, bekal iman dan cadangan keuangan dengan beragama kebutuhan keluarga yang harus diselesaikan dalam perhitungan waktu senantiasa akan mudah tergoda dengan solusi-solusi jalan pintas yang pada umunya cenderung illegal, inkonstitusional, haram atau mubah.
Jika jumlah mereka yang di PHK oleh berbagai perusahaan mayoritas tingkat emosionalnya masih labil, insya allah mereka akan mudah digoda oleh oleh para dajjal untuk melakukan berbagai kegiatan-kegiatan yang mendatangkan uang dan mempercepat estimate goal politik. Sejarah seringkali membuktikan kepada kita semua banyak diantara para penganggur yang tergoda tawaran-tawaran instant seperti ikut undian, makelar, ikut tender demontrasi, teroris atau memanfaatan kesempatan dalam setiap bentuk kesempitan. Yang sedikit agak lebih terhormat, ada diantara mereka yang bergabung dalam partai politik tertentu untuk menjadi caleg, ngambil bagian dalam tender politik dan lain sebagainya.
Dari berita buruk tentang PHK dan pengangguran, kitapun pada pasca resesei ekonomi tahun 1998 dapat khabar gembira bahwa diantara mereka yang kena PHK, banyak diantara dana pesangon tersebut mereka manfaatkan sebagai modal untuk melakukan dagang kaki lima, bisnis home industri, makanan kecil-kecilan. Di palembang bahkan ada diantara tiga orang yang kena PHK menggabungkan pesangon mereka untuk membuat doorsmer kendaraan roda dua, tambal ban dan lover Koran. Setelah berjalan satu tahun, ternyata pendapatn mereka berkembang menjadi tiga kali lipat dari sebelumnya ketika menjadi karyawan di sebuah pabrik. Keberhasilan dalam mengelolah pesangon yang didapat oleh mereka yang kena PHK tentu tidak hanya dialami oleh beberapa orang, melainkan sudah dialami oleh banyak orang yang pernah mengalami PHK. Persoalannya sekarang tergantung pada pengalaman, jaringan dan keberanian berspekulasi yang kita miliki.
Ada cerita menarik sewaktu saya tinggal di Palembang dulunya. Ketika pasar 16 ilir terbakar secara besar-besaran, semua toko beserta isinya yang dimiliki bpk. Syahrial ludes semuanya. Dia hanya memiliki satu buah mobil Kijang warna putih. Pasca kebakaran hidup bpk. Tiga orang anak ini mulai pesimis dan tidak tahu enta kemana. Namun ketika saudagar bawang ini bercurhat, kami memberikan solusi agar urang awak ini menjual mobilnya yang kebetulan ditawar orang 25 juta rupiah. Dari 25 juta rupiah, 15 juta dijadikan untuk menyewa toko selama 5 tahun untuk berjualan nasi padang, 5 juta guna modal dan 5 juta lagi untuk membeli kendaraan yang lebih buruk. Ternyata ketika telah dilaksanakan, jual nasi uda Syahrial ini kian laris dan memperlihatkan kemajuan. Semua relasinya lamanya sewaktu jualan bawang beli nasi sama uda Syahrial.
Masih ingat tentunya kita dengan apa yang dikatakan oleh Arnold Toynbee? Arnold Toynbee mengatakan bahwa besarnya challenge (baca: tantangan) yang menimpa seseorang atau kelompok orang akan sebanding dengan response (baca: jawaban) yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Dalam aspek persenjataan memang kita (bangsa Indonesia) tidak apa-apanya bila dibandingkan dengan bangsa Eropah (baca: kolonial) dulunya, namun karena senantiasa dijajah, dizolimi dan diperlakukan tidak adil, ternyata semuanya itu menjadi energi buat kita untuk melakukan berbagai bentuk perlawanan secara bersama-sama sebagai bangsa yang senasib sepenanggungan (baca: nasionalisme).
Kita memang berharap bahwa PHK yang sedang dan tetap akan terjadi akhir-akhir ini akan menjadi suatu tantangan buat mereka yang kehilangan pekerjaan menjadi lebih maju, lebih kreatif dan lebih energik dalam menyikapi berbagai peluang, perubahan, perkembangan dan dinamika yang sedang terjadi. Disinilah perlunya kita meresponi sesuatu dari aspek hikmahnya. Jika selama ini kita sangat tergantung dan selalu menggantungkan diri kepada orang atau lembaga, maka hikmah dari PHK mungkin kita diharapkan untuk mengelolah secara kecil-kecilan modal yang kita miliki seperti dagang asongan, jual sayur, atau membuat berbagai macam karya/keterampilan yang untuk tahap awal djual bagi para tetangga. Pelayanan baik kita terhadap konsumen merupakan iklan berjalan yang tidak perlu kita keluarkan lagi untuk media massa.
Keberanian dan kemandirian mental setiap warga masyarakat untuk melakukan berbagai macam pengelolaan usaha saat sekarang yang senantiasa dibina oleh beberapa NGO di Aceh. Umpamanya seorang ibuk rumah tangga yang selama ini hanya mengurus PKK dilingkungan gampong, ketika dipercayai oleh satu NGO untuk mengelolah pembangunan beberapa rumah korban tsunami ternyata mereka bisa. Demikian juga halnya dengan beberapa orang ibuk-ibuk yang selama ini tidak pernah kenal mengurus catering, namun manakala sudah dipercayai ternyata merekapun bisa. Sebuah buku Berjiwa Besar mengajarkan kita akan pentingnya membangun kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu. Disebabkan karena sejak kecil kita diskenariokan oleh berbagai macam ketakutan, maka mental tersebut lama kelamaan menjadi sebuah kepribadian. Akibatnya, berbagai hal yang kita anggap benar, positif, bermanfaat dan pragmatis takut untuk kita lakukan. Kita takut memulai sesuatu karena takut gagal. Padahal kegagalan itu adalah guru untuk keberhasilan. Kita malu bertanya karena takut dibilang bodoh. Padahal keberanian kita bertanya adalah akan menambah pengetahuan kita.
Semoga PHK ini tidak membuat kita menjadi manusia penganggur, melainkan mampu merubah kehidupan kita menjadi manusia yang berani menghadapi berbagai macam kenyataan hidup untuk selanjutnya membuat berbagai macam solusi dalam menyelesaikan berbagai macam permasalahan keluarga, tetangga dan lingkungan sosial.
Sumber :
http://sosial-ranggapratama.blogspot.com/2009/09/permasalahan-sosial-di-sekitar-kita.html